Kamis, 15 November 2012

Hujan dan Tukang Sate

Malam 1 Muharram 1434 H

Malam ini hujan deras disertai angin yang lumayan kencang
Aku bersyukur sekali sudah ada di rumah dan dalam keadaan segar sehabis mandi, bahkan makanan sudah siap untuk disantap.

Di tengah menyantap makanan, aku terkaget mendengar suara "krincing..krincing" yang cukup nyaring dari arah luar rumah.
Suara krincing krincing ini ternyata berasal dari bel seorang tukang sate yang biasa lewat di depan rumahku.
Dalam hati aku berkata
Ya Allah, itu beneran tukang sate jualan pas hujan deras begini? Semangat sekali!!!  

Ternyata perkataanku ini disahuti oleh diriku sendiri
Itu yang namanya bekerja keras! Bapak tukang sate ini pasti punya keluarga yang menunggunya di rumah. Kalau dia tidak terus berjualan, bagaimana caranya dia bisa memberi makan keluarganya? 
Saat aku mendengar diriku memberikan jawaban ini, aku langsung terdiam.
Jujur, aku tidak tahu harus berkata apa-apa lagi.
Apa yang diriku katakan benar, sangat tepat bahkan.

Lalu aku merujuk kepada keadaan kita saat ini..
Beberapa hari lalu kita sepakat untuk berlari bersama, sehingga mimpi kita untuk ke Melbourne bisa jadi nyata.
Beberapa hari lalu kita bersama-sama setuju bahwa kita tidak punya pilihan lain selain "SUKSES"

Bila kita memang telah setuju,
lalu akankah membiarkan "hujan" menghentikan langkah kita?

Jika Bapak tukang sate tersebut terus mendorong gerobaknya di tengah hujan, supaya ia tetap mampu memberi nafkah kepada keluarganya.
Dapatkah kita terus berusaha, supaya kita tetap mampu memberi kehidupan pada mimpi kita?

Jika Bapak tukang sate tersebut terus mendorong gerobaknya di tengah hujan, supaya ia mampu melihat wajah bahagia keluarganya.
Dapatkah kita terus berjuang, demi menghadirkan wajah bangga kita saat akhirnya mimpi untuk ke melbourne itu terwujud?

Dapatkah kita?
Atau mungkin... Maukah kita?

Wahyu Nhira Utami
Originally posted in here

Tidak ada komentar:

Posting Komentar